ketika gelombang itu tiba
menghantam lambung perahu
kubiarkan arus menyeretku pada tuju
dan ketika angin mendesir menghembus perahuku
kulepas tali sauhku
kubiarkan melaju
dibawa angin berhenti pada setiap mimpi
di sini aku tetap berdiri
dalam sepi tak bertepi
menanti hari yang tak pernah terhenti
5 Juli 2011
hari hari kan selalu berganti
datang lagi untuk pergi kembali
seperti bulir ombak menepi
menghapus jejak kaki yang tak pernah berarti
di sini
di tepi pantaimu
tempatku mencumbu rindu
tak sampai bertemu
tapi selalu
dan selalu kutulis kisah kisah cinta kita kembali
yang tak pernah abadi
di sini
di tepi pantaimu
bibir ombak tersapu angin pagi
bercumbu gelombang riak perahu
bagai asa yang kutuju
menyambut lazuardi senyum mentari
masihkan ada esok
kunanti
Juli 2011
Bismillah... As. Wr.Wb. Mulai bulan April 2011 ini seleksi naskah puisi Majalah MAYARA (Surabaya) dilakukan oleh Penyair Abdul Wachid B.S. (Yogyakarta). Pengiriman puisi deadline tiap tanggal 5, harus disertai biodata singkat dan file foto penyair, diemailkan ke : puisimajalahmayara@gmail.com
oleh: malam gerimis
dan
sebuah sepi
yang paling sunyi
...jumat masih saja merayu
selarik sajak gerimis menyetubuhi rakaatMu
Muara Bungo - Jambi 2011
Menjadi Penyair
Aku bukan Neruda yang sangat mencintai pakaiannya dan membuatkan ode untuk mereka.
Tak sejalang Chairil membawa bisa berlari hingga hilang perih hingga dalam menunda kekalahan.
Juga bukan Thukul yang berteriak lawan lewat sajak suaranya.
Apalagi Rendra yang menempel pamflet cinta sambil menghisap sebatang lisong.
Aku hanyalah sebatang diri yang ingin bisa menulis puisi.
Alfikry Ilmi
Padang, 10 Maret 2011
